DI BALIK JENDELA
Orang berdua di balik subuh mandi siraman cahya mentari pagi
Ketika jalanan masih lengang dan gigitan dingin mendera sumsum
Orang berdua menjala waktu
Sehabis rona merah sepinggir langit perak
kita habiskan sisa mabuk menembus kelam
Lepaskan keasingan diri dalam cengkraman sumbu bumi.
Hampa
Sehabis kata-kata lepas tanpa suara
Orang berdua duduk menunggu di balik jendela
Kita menatap waktu
ORANG PERAHU
Orang perahu di laut luas
gelombang bertalu disenyumi seulas
ada gurat lahir ketinggalan dan simpan harapan
Senyum orang perahu memancar
ke ujung berkata-kata dalam relung
Di sini ada refraksi harapan
membekasi kayuhan
Orang perahu kau pukau risau pulau dan angin berkawanan.
Seribu angan tak pernah berhenti di tengah gelombang lautan
Kalau balau himbau kacau
kau masih seperti dulu
berdiri menjaga ombak
dan rasakan cumbu angin di antara siang dan malam
Orang perahu tak pernah berontak pada gelombang
dalam rindu tertekan makin
Malah sepi dijadikan pemacu.
Tangan berkayuh diam-diam
Kalau orang perahu himbau duka
bukankan pintu jiwa
Kalau orang perahu dendang berlagu
bukankan telinga rindu
karena malam bukan siangnya gelombang
dan siang bukan malamnya jalang
Hanya dalam matanya membekas nanar
dan seribu perempuan akan datang bermanja
dalam peluk orang perahu :
Dialah lelaki liar!
GUSAR SIANG HARI
Aku. Kilat marah; Mata liar 210 juta
rakyat melihat negeri ini dicabik-cabik
dan sejumlah anak negeri ditembak
atau terbakar; dijadikan mainan kekuasaan
di antara sepatu boot dan seribu janji
politik; Mulut kami dibuat tak bersuara !
AKu. Gelegak resah : Mata marah
mahasiswa denyut jantung rakyat yang sakit
karena harkat diinjak-injak dan teror
tercipta dimana-mana
kau. Buta tuli : Sendiri. Buka hutang
kemana-mana dengan menggadaikan negeri ini.
Kemudian rakyat menderita dan harus
membayarnya. Raung 201 juta rakyat
akan diredam lewat barisan seragam
loreng dan tank-tank !
Mahasiswa. Adik-adik kami. Buka mata
pasang telinga : Kibaran harga-harga
melambung-lambung. Enggan turun
dan harga keringat rakyat semakin
tak berarti di negeri ini. 210 juta rakyat
menggelepar. Eh, kau masih senyum ramah
dengan wajah tanpa dosa mengeksekusi
setiap orang di antara kami yang berani
berseberangan angkat bicara !
mahasiswa. Adik-adik kami. Membaca
dan merasa; Negeri ini semakin papa.
Hutan terbakar dimana-mana. Minyak bumi
dan barang tambang semakin terkeduk,
klantas masuk ke saku-saku tertentu. Eh,
kunyah mulutmu masih penuh bau retorika
dan menutup 210 juta pasang mata,
lantas semakin jadi kuda beban
dengan tak sanggup lagi merintih.
Aku dan mahasiswa dan 210 juta rakyat.
Kami : Semakin jauh darimu
seperti matahari dengan hati !
Kami. Menyimpan resah gelegak 210 juta
anak negeri yang kau bayar dengan
bahasa darah, tembakan senjata dan
membuka pintu sel lebar-lebar.
Tidak !
Kami punya tangan. Kami punya cakar
Kami mengelinding bersama-sama.
kau masih punya nyali ?
KATA
Di sini ada irama musik bertalu-talu
mendudu tanpa lagu dalam nada
bergerak mengarak kata
menjadi sayat kata
menjadi rekat kata
menjadi pikat kata
menjadi lezat!
Di sini ada kata
berdetik memadu-madu
berlalu tanpa makna
mengalun mencari tahu
dan tak tahu irama
menjadi sesak irama
menjadi sesal irama
menjadi sesam irama
menjadi setan!
Irama menjadi sesat di sini!
NO REGRET
Mata tajam.
Cahya gempita hamburkan bilik kalbu.
Adakah mentari memanggang bayang-bayang lelaki?
Dari kilat jangat putih
menjalar berahi di antara rambutmu mengibas waktu.
Beku
dan jatuh sibak misteri.
Iseng pun terpantul
dalam jerat rindu datang memukul-mukul
Ketika anganku menggapai matamu
Dalam.
Kembara hari ke hari
merangkul dendam lelaki
dari dada penuh aroma.
Di mana jalanku?
Buta.
Kelam waktu
di mana-mana mencari-cari kata entah untuk siapa...
Kaukah perempuan rindu itu
yang berkaca dalam prisma kata :
Memancar ke hati dan meluncur ke dalam jiwa?
Akulah lelaki
yang dipermainkan sepi setelah menatapmu.
Sungguh, perempuanku!
Tak ada kalimat lagi
secerah tatapan mata
tanpa goda
hanya penuh makna
Barangkali malam ini lahir.
Seribu mimpi pun segera beranjak.
Aku merengkuh rindu itu di antara matamu
Semua ini jadi hampa :
Ketika kau tak lagi di sini!
Biru
Aku mencintai parasmu yang agung
Kesempurnaan merajai ke sudut ruang
Bukit-bukit cadas yang keras, burung-burung
Malam melintasi kebisuan
Jendela laut di matamu jadi ribuan puisi
Yang kulukis malam tadi
Adakah jejak-jejak itu kau tinggalkan
Untukku?
Betapa aku mencintai kehangatan
Sorot matamu tempo itu
2006.
Nina Minareli
Puisi Hijau
Karena kau terlalu kupuja
Kutinggalkan cahaya, kuberlari
Dan menangis membelah hutan
Yang tumbuh di batinku, kenangan
Arus sungai, pohon-pohon hijau
Dan kata-kata melintasi bukit
Kubunuh segala rasa karena kau
Terlalu kupuja
2006.
Nina Minareli
Seperti yang Terpikirkan
Seperti kesunyian
Akan kunyanyikan sebuah kenangan
Yang telah terlantun dari piringan tua
Merambati kuping dengan helaian
Merambati hati dengan kesenduan
Seperti kemarin
Kita singgahi kota yang telah menua
Menjelma ke dalam kolam-kolam
Kebisuan dan kebisingan Lampu-lampunya benderang
Dan malam selalu terang
Seperti hujan
Akan ku gelinangkan ke pangkuanmu
Setiap cucurannya ku tahan dalam suatu muara
Seperti Tangkuban Perahu
Secantik Dayang Sumbi
Yang kecantikannya tak pernah memudar
Seperti waktu
Bandar Lampung 2006
Wahyu Heriyadi
Malam Ini Aku Ingin Menjadi Penyair
Malam, aku bukan seorang romantis
Yang akan melakukan apapun demi cinta
Karena keresahan itu telah meggelayut dan bertengger
Beberapa ujarmu yang terurai menandaskan puisi-puisiku
Menjadi baris-baris tanpa makna
Aku seakan terpana menatap lembayung yang muncul dari hidungmu
Tak ragu lagi akan kutulis menjadi puisi yang indah
Tapi sekali lagi puisiku makin kandas
Menjadi bait-bait kosong
Haruskah kutulis kegaduhan yang berlalu
Tapi kertas ini tak hendak digoreskan oleh pena
Akupun menggelepar di lantai
Kutulis dalam setiap keramik dengan jemari
Begitu landai dan tertatah sebuah ketololan
Seakan paragraf-paragrafnya menyeringai
Malam, aku harus menuntaskan puisiku
Bandar Lampung 2006
Nurochman Sudibyo KS
Suluk Rinekso
ono kidung rinekso ing wengi
teguh ayu lupoto bilai kabeh
jin setan datan purun
peneluhan tan ono wani
dan sekujur badanku bergetar
atas peristiwa demi peristiwa yang diisyaratkan
selang sebulan usai tarian wedus gembel
di puncakmu. Merapi
ku tahu baru ada tanda atas cahaya kemurnianmu
yang mendekapkan imaji juga masa lalu yang buram
selalu kidung itu berkumandang
saat pini sepuh mengkhawatirkan riwayat generasi dan artefak
yang hilang. Sejak Majapahit, menuju Mataram, Demak,
dan kembali Mataram mengulang-ulang sejarah yang buram
juga disela kemenyan dan wewangen disekujur kerismu
Yogyakarta, telah memberikan garis-garis untuk menyekatmu
seperti yang dimitoskan tembok dan batu bata
Mengungkap misteri tentang hilangnya blangkon sang sultan
Atau ketakjuban atas trah yang kini tak lagi dimaafkan
Memang cuma kidung. Tak bisa hentikan mendung
Sampai hujan airmata di beranda nusantaraku
Dipenuhi raung histeria atas nasib, dan juga kehidupan
maka dari retak bumi di altar sajadahmu Yogyakarta
kami ikuti irama batin bunda pertiwi
untuk ikut bersama peduli
Pada jasad-jasad yang masih merintih di pondok putih
Pada jasad yang diperjuangkan para malaikat
pada nyawa yang masih milik Tuhanmu
pada Allah yang baru saja memberimu peringatan
ini kidung serasa gumam tapi sanubari tak bisa dipendam
Ini sulukku untuk kotamu yang poranda Yogyakarta.
kapan kita melayat? Menonton, atau peduli
untuk mereka yang jadi tumbal keangkaramurkaan.
Sekuntum Bunga Mawar
Sekuntum mawar merah kau berikan padaku
Sebagai tanta cinta selama engkau pergi
Kemenangis sedih kau tinggalkan pergi
Kudoakan semoga kau kan kembali
Lambaian tanganmu menambah deritaku
Selamat jalan kasih sampai berjumpa lagi
Semoga di rantauan kau ingat cintaku
Bunga mawar merah kusimpan selalu
Sekuntum mawar merah kau berikan padaku
Sebagai tanta cinta selama engkau pergi
Kemenangis sedih kau tinggalkan pergi
Kudoakan semoga kau kan kembali
Lambaian tanganmu menambah deritaku
Selamat jalan kasih sampai berjumpa lagi
Semoga di rantauan kau ingat cintaku
Bunga mawar merah kusimpan selalu
Sekuntum mawar merah telah kering dan layu
Seiring kepergian kau tak kunjung kembali
Betapa rindunya yang kau tinggal pergi
Kudoakan semoga kau kan kembali
Ada apa dengan cinta
satu masa (a)kan terlewati,
benci dan rindu meresuk di kalbu,
ada apa dengan cintaku,
sulit untuk aku ungkap semua.
jangan pernah bibir tertutup,
bicarakan semua yang kau rasakan,
cinta itu kita yang rasa,
bila sensara hati (a)kan merana.
Wahai pujangga cinta
Biar membelai indah
telah nyanyi kauku
Jujurlah pada hatimu
ada apa dengan cinta,
berbeda anakku daling kau
biar menjadi raid
dalam cintaku terindah.
andai bumi terbelah dua
biar kita tetap saling berpeluh
wahai pujangga cinta
dia membelai indah
telah nyanyi kauku,
jujurlah pada hatimu,
ada apa dengan cinta,
berbeda anakku daling kau
biar menjadi raid
dalam cintaku terindah.
andai bumi berbelah dua
biar kita tetap saling berpeluh
wahai pujangka cinta
dia membelai indah
telah nyanyi kauku,
jujurlah pada hatimu,
Ada apa dengan cinta
Perbedaan aku dan engkau
Biar menjadi bait
Dalam puisi cinta terindah
BUDAK KITAB SUCI
Terdapatlah seorang yang menegakkan ajaran religius dan masyarakat menganggapnya sebagai orang yang sangat terpelajar. Ia memiliki pengikut yang mencatat segala petunjuknya dalam sebuah buku. Dalam beberapa tahun, buku-buku itu menjadi semakin banyak dengan semua petunjuk guru itu tercatat di dalamnya. Para umat disarankan untuk tidak bertindak apa pun tanpa merujuk kepada buku suci itu. Kemana pun mereka pergi dan apa pun yang mereka lakukan, mereka akan kembali ke buku itu untuk mencari petunjuk.
Suatu hari, ketika sedang melintasi sebuah jembatan kayu, sang pemimpin jatuh ke dalam sungai. Para pengikut ada di sana, tapi tak ada satu pun yang tahu harus berbuat apa. Jadi mereka membuka buku suci itu, halaman demi halaman.
"Tolong!" teriak sang guru, "aku tidak bisa berenang."
"Tunggu sebentar Guru, janganlah tenggelam dulu," demikian para pengikutnya memohon kepadanya.
"Kami sedang mencari dalam buku suci. Pasti ada petunjuk apa yang harus dilakukan kalau Guru jatuh ke dalam sungai."
Sementara mereka sibuk membolak-balik halaman buku suci itu, sang guru lenyap dalam air dan hanyut.
Buddha dan Penjahat
Pada suatu ketika, Buddha diancam akan dibunuh oleh seorang penjahat yang bernama Angulimal.
"Kalau demikian, saya minta engkau mengabulkan keinginan saya yang terakhir," kata Buddha. "Potonglah dahan pohon itu."
Satu tebasan pedang cukup untuk memotongnya! "Apa lagi?" kata penjahat itu.
Kembalikan dahan itu ke pohonnya," kata Buddha.
Bandit itu tertawa, "Engkau gila. Kau pikir ada orang dapat melakukan hal itu?"
"Sebaliknya. Engkaulah yang gila. Engkau merasa diri berkuasa karena dapat melukai dan menghancurkan. Itu pekerjaan anak-anak. Orang yang sungguh berkuasa tahu cara menciptakan dan menyembuhkan."
Sebuah alat palantak dapat menghancurkan tembok; namun tidak dapat mengembalikan kerusakannya.
Pada akhir abad ke-13, Tiongkok mengalami perubahan mahabesar dalam sejarah. Situasi berkuasanya etnis Han di seluruh Tiongkok sirna setelah etnis nomad Mongol di bagian utara melancarkan invasi ke bagian tengah Tiongkok. Pada masa pergantian konfigurasi antara yang lama dan yang baru itu, muncullah sejumlah sastrawan yang secara sukarela bergabung dalam pasukan untuk berjuang membela tanah air. Wen Tianxiang yang kami perkenalkan dalam acara ini adalah salah seorang di antaranya.
Wen tianxiang
Wen Tianxiang dilahirkan pada tahun 1236. Sejak kecil ia menerima pendidikan lumayan. Ayahnya adalah intelektual yang mempunyai banyak pengetahuan tentang astronomi, geografi, kedokteran dan kesusastraan. Terpengaruh oleh ayahnya, Wen Tianxiang juga suka membaca buku dan berminat di banyak bidang. Pada usia 20 tahun, Wen Tianxiang mengikuti ujian negara. Skripsi yang ditulisnya dalam ujian itu dipuji oleh pejabat ujian sebagai skripsi ulung yang tiada taranya. Berkat skripsi itu, Wen Tianxiang diumumkan oleh kaisar sebagai juara ujian tahun itu.
Terpengaruh oleh situasi politik waktu itu, karirnya sebagai pejabat pun tidak mulus. Waktu itu Dinasti Song yang berkuasa di bagian tengah Tiongkok selama 200 tahun lebih mulai menunjukkan gejala bobrok. Sedang etnis Mongol di bagian utara malah semakin berkembang menjadi perkasa dan mendirikan Dinasti Yuan, yang sering melancarkan serbuan terhadap bagian tengah Tiongkok, dengan ambisi mendirikan kekuasaan menggantikan Dinasti Song. Menghadapi musuh kuat itu, di pemerintah Dinasti Song ada yang mendukung pemindahan ibu kota ke selatan, ada juga yang mendukung perlawanan. Wen Tianxiang waktu itu dengan berani mengirim surat kepada kaisar supaya menghukum mati mereka yang menghasut pemindahan ibu kota, dengan maksud dapat membulatkan hati rakyat untuk berjuang melawan musuh dari Dinasti Yuan di utara. Karena keberaniannya mengajukan pendapat berkali-kali menentang pendirian takluk, ia pun berkali-kali diberhentikan dari jabatan dan berkali-kali direhabilitasi.
Tahun 1274, Dinasti Yuan mengirim 200.000 tentara menyerang Kota Lin'an (Hangzhou sekarang) yang merupakan ibu kota sementara Dinasti Song di bagian selatan. Pada saat kritis itu, pemerintah Dinasti Song menyampaikan Surat Pengerahan yang antara lain berbunyi menghimbau rakyat dan pegawai dengan berani bergabung dalam tentara untuk berjuang melawan tentara Dinasti Yuan. Wen Tianxiang yang waktu itu seorang pejabat sipil juga membulatkan tekad untuk menghimpun tentara untuk menyelamatkan negara. Berkat kewibawaannya yang tinggi, Wen Tianxiang dengan mudah menghimpun 30.000 tentara patriotik. Ia pun menyumbangkan harta bendanya sebagai perbekalan militer dan gaji tentara. Sejak itu Wen Tianxiang memulai kehidupan di kalangan militer.
Dalam pertempuran yang tak kunjung selesai itu, tentara pimpinan Wen Tianxiang berhasil menduduki kembali sejumlah wilayah, dan dengan demikian tentaranya pun mulai terkenal sebagai kekuatan tangguh melawan tentara Dinasti Yuan. Akan tetapi nasib kehancuran pemerintah Dinasti Song tetap tidak terselamatkan. Dalam suatu pertempuran, tentara Wen Tianxiang dikepung tentara Yuan yang melakukan serangan mendadak. Wen Tianxiang sebagai jenderal tentara itu tertawan sebelum sempat bunuh diri. Tak lama setelah itu, Menteri Senior Dinasti Song, Lu Xiufu putus asa atas situasi dan lantas menceburkan diri ke sungai dengan menggendong kaisar yang baru berusia 9 tahun. Dengan ini berakhir pula sejarah berkuasanya Dinasti Song. Akan tetapi, Wen Tianxiang yang tertawan oleh tentara Yuan tidak mau menyerah begitu saja. Menyadari kewibawaannya di kalangan rakyat, pemimpin pemerintah Dinasti Yuan berharap menasehati Wen Tianxiang supaya menyerah dan berbakti kepada Dinasti Yuan, agar menarik lebih banyak tenaga etnis Han, etnis utama Tiongkokk untuk berbakti kepada Dinasti Yuan. Akan tetapi Wen Tianxiang tak tergoyah sedikit pun pendiriannya biarpun ditawari jabatan tinggi. Kepada mereka yang menasehatinya supaya bertekuk lutut, Wen Tianxiang mengatakan: "Aku jujur pada negara, dan satu-satunya permintaanku adalah mati segera."
Wen Tianxiang dipenjarakan selama 4 tahun. Selama meringkuk dalam penjara, Wen Tianxiang sering menulis sajak untuk merangsang semangat perjuangan. Syair-syair karyanya selama ditahan di penjara kemudian disusun menjadi sebuah buku. Waktu itu, pemimpin Dinasti Yuan terus mengirim orang untuk meyakinkan Wen Tianxiang supaya menyerah, tapi selalu ditolak. Tahun 1283, Wen Tianxiang dibunuh. Waktu itu ia berusia 47 tahun.
Riwayat patriotik Wen Tianxiang itu selalu dihargai rakyat generasi kemudian, sedang karya sastranya juga tersebar luas, di antaranya termasuk seratus sajak, yang secara benar mencatat proses perjuangannya melawan Dinasti Yuan. Karyanya itu dipuji sejarawan sebagai "sajak sejarah". Di antara sekian banyak sajaknya, sajak Melewati Lingdingyang dan Zhengqige paling populer di antara rakyat.
Yang patut dijelaskan ialah Tiongkok merupakan satu negara dengan banyak entis. Akan tetapi, dalam sejarah feodal selama 2.000 tahun, masa berkuasa etnis Han agak panjang. Dalam pergantian pemerintahan, intelektual tradisional etnis Han memandang kekuasaan etnis minoritas sebagai rezim dari etnis yang lain, dan berjuang melawannya secara gagah berani. Sejalan dengan bergulirnya waktu, kebudayaan dari etnis-etnis berbeda pun saling bercampur, sehingga masyarakat pun berkembang menuju masa kestabilan dan kemakmuran yang baru. Dinasti Yuan setelah Dinasti Song beserta Dinati Qing yang didirikan etnis Manzu ratusan tahun kemudian semuanya mencetak kebudayaan cemerlang dalam sejarah Tiongkok.
DOA SANG KATAK
Ketika Bruder Bruno pada suatu malam sedang berdoa ia diganggu oleh koak seekor katak raksasa. Semua usahanya untuk mengabaikan suara itu tidak berhasil, maka ia berteriak dari jendela: "Diam! Aku sedang berdoa."
Bruder Bruno itu seorang Santo, maka perintahnya segera dipatuhi. Setiap mahkluk hidup manahan suaranya untuk menciptakan suasana diam yang menguntungkan bagi doa.
Tetapi kini suara lain mengganggu ibadat sang Bruder, suara dari dalam yang berkata: "Mungkin Tuhan sama senangnya dengan koakan katak tadi daripada nyanyian mazmur-mazmur." "Apa yang dapat berkenan pada Tuhan dari teriakan katak ?" itu tanggapan Bruno menghina. Tetapi suara mendesak, tidak mau diam: "Mengapa kamu berpikir bahwa Tuhan menemukan suara ?"
Bruno memutuskan mau menemukan apa sebabnya. Ia mengeluarkan tubuhnya dari jendela dan memerintahkan: "Nyanyi!" Katak raksasa mengoak berirama memenuhi alam, diiringi oleh suara main-main katak-katak disekitarnya. Dan ketika Bruno mendengarkan suara itu dengan penuh perhatian, koakan katak tidak lagi mengganggu, karena ia menemukan bahwa kalau ia berhenti menolak suara-suara itu, nyatanya suara-suara itu memperkaya keheningan malam. Dengan penemuan itu hati Bruno menjadi selaras dengan alam semesta: untuk pertama kali dalam hidupnya ia mengerti apa itu artinya berdoa.
Harapan 3 Batang Pohon
Suatu kali peristiwa ada tiga pohon di atas sebuah bukit dalam sebuah hutan. Mereka sedang berbincang-bincang tentang harapan-harapan dan mimpi-mimpi mereka.
Pohon yang pertama berkata, "Suatu hari nanti aku berharap bisa menjadi sebuah kotak tempat penyimpanan harta. Aku bisa dihiasi dengan ukiran-ukiran yg rumit dan setiap orang akan melihat kecantikanku".
Kemudian pohon yang kedua berkata, "Suatu hari nanti aku akan menjadi sebuah kapal yang besar. Aku akan membawa para raja dan ratu mengarungi lautan sampai ke ujung-ujung bumi. Setiap orang akan merasa aman dalamku karena kekuatan dari tubuhku".
Akhirnya pohon yg ketiga berkata, "Aku ingin tumbuh menjadi pohon yg tertinggi dan terkuat dihutan ini. Orang akan memandangku dari atas puncak bukit dan dapat melihat carang-carangku. Kalau orang berpikir tentang surga dan Allah betapa dekatnya jangkauanku ke sana. Aku akan menjadi pohon yg terbesar di sepanjang waktu dan orang akan mengingat aku senantiasa".
Setelah beberapa tahun berdoa mimpi mereka menjadi kenyataan, datanglah satu kelompok penebang kayu ke hutan itu.
Ketika seorg penebang kayu menghampiri pohon pertama ia berkata, "Kelihatannya pohon ini kuat sekali, aku kira ini dapat dijual kepada seorang tukang kayu", dan ia mulai menebang pohon itu. Pohon tersebut bahagia sekali karena ia tahu bahwa si tukang kayu akan menjadikannya sebuah peti penyimpan harta.
Seorg penebang kayu lainnya berkata kepada pohon yang kedua, "Kelihatannya pohon ini kuat dan aku dapat menjualnya kepada tukang pembuat kapal". Pohon tersebut bahagia karena ia tahu ia akan menjadi sebuah kapal yg besar.
Ketika seorg penebang kayu menghampiri pohon yg ketiga, pohon tersebut ketakutan karena ia tahu kalau ia sampai ditebang, maka mimpinya tidak akan menjadi kenyataan. Sal
本文档为【sajak-sajak】,请使用软件OFFICE或WPS软件打开。作品中的文字与图均可以修改和编辑,
图片更改请在作品中右键图片并更换,文字修改请直接点击文字进行修改,也可以新增和删除文档中的内容。
该文档来自用户分享,如有侵权行为请发邮件ishare@vip.sina.com联系网站客服,我们会及时删除。
[版权声明] 本站所有资料为用户分享产生,若发现您的权利被侵害,请联系客服邮件isharekefu@iask.cn,我们尽快处理。
本作品所展示的图片、画像、字体、音乐的版权可能需版权方额外授权,请谨慎使用。
网站提供的党政主题相关内容(国旗、国徽、党徽..)目的在于配合国家政策宣传,仅限个人学习分享使用,禁止用于任何广告和商用目的。